Ia ingat betul pesan bapaknya ” kalau kau syid ingin menjadi orang yang sukses, jangan lupa shalat tahajjud”. Pesan itu dia ingat betul seperti lukisan yang terpatri dalam hatinya.Rasyid melaksanakan shalat tahajjud dengan kusyuk kemudian berdo’a.Ia mengangkat kedua tangannya ” Ya Allah hambamu yang hina ini, yang penuh dengan dosa dan maksiyat ini hadir dihadapanMu untuk memohon ampun dari dosa yang telah aku lakukan disiang hari ataupun malam hari, baik dosa yang kecil maupun besar, baik dosa itu aku sengaja maupun tidak, baik karena aku mengetahui kalau itu dosa maupun aku khilaf. Ampunkanlah ya Allah karena hanya Engkau yang maha pengampun. Rasyid tenggelam dalam munajadnya. Air matanya mulai mengalir menetes disajadah tempat ia bersujud. Mulutnya terus menerus berdzikir. Allah...Allah....Allah... Allaah.... Alllaaahhh semakin dalam ia melafalkan kalimat itu semakin deras airmata yang keluar.
Tuhan ....... Aku ini hina, aku ini sombong, aku ini pengecut. Betapa besar nikmat yang kau berikan kepadaku tetapi aku tak pernah bersyukur, aku kufur ya Allah. Betapa besar kasih dan sayangMu tetapi kenapa aku tak tahu berterima kasih. Kau berikan nyawa kehidupan kepadaku tapi kenapa nafas yang keluar dari mulutku selalu berbisa dan menyakitkan hati orang, betapa luas pintu ampunanMu tapi kenapa aku selalu berbuat salah. Ampuni Aku Yaaa... Aku tidak pantas masuk surga yang engkau janjikan karena itu tempatnya pada nabi dan rasul, para shaleh dan mujahid tetapi aku juga tidak akan kuat bila Engkau masukkan kedalam neraka jahannam berkumpul dengan syetan . Karenanya Ya Allaah berikanlah ampunanMu karena Engkau yang mengampunkan segala dosa. Terimalah do’a dan permohonanku ya Allah......Alllaah... Al ....lla....a...a...a..h . Bersamaan dengan itu tubuh Rasyid terkulai lemas, matanya tertutup dan .........”bismillahiirahmanirrahiim. Idzaa zulzilatil ardlu zilzaalahaa. Wa akhrajatil ardu atsqaalahaa. Waqaalal insaanu maa lahaa”. Pengeras suara di masjid berbunyi memecah kesunyian malam. Rasyid kaget dan bingung.
Ia melihat jam dinding masih menunjukkan pukul 01. 30 dini hari. ” biasanya suara orang mengaji dimasjid jam 04.00, kenapa jam segini sudah ada orang mengaji. Apa nggak salah ini”. Rasyid bergegas segera turun dari tempat tidur kemudian keluar rumah. Dilihatnya para tetangga banyak yang keluar. Aneh ini. Mereka hanya saling pandang dan menyimpan beribu pertanyaan. Langit cerah berhias cahaya bulan dan kerlib-kerlib bintang. Cak Mad yang membalut tubuhnya dengan sarung untuk mengusir udara dingin mendekati Rasyid”Syid kamu ke Masjid. Kan ganggu orang istirahat kalau begini”. Rasyid manggut manggut dan berlalu dengan cepat menuju masjid . Ternyata di depan masjid sudah banyak orang yang bergerombol ditemui juru kunci. ”Bapak-bapak, ini sungguh aneh, pengeras suara berbunyi dengan sendirinya, saya sudah mematikan mesinya bahkan aliran listrik sudah saya putus. Tapi suara orang mengaji di atas menara sana tetap berbunyi”. ”mana mungkin pengeras suara bisa berbunyi sendiri, mustahil, tidak mungkin”. Kata Haji Dullah ”betul pak haji, kami sudah mengeceknya dan memang orang mengaji itu terus berbunyi walaupun sudah di matikan mesinnya.
Orang-orang mulai berdatangan ke Masjid karena suara orang mengaji semakin keras dan tidak dapat dikendalikan. Mereka menutup telingah dengan kedua tangan. Rasyid semakin bingung. Semua orang saling berpandangan, menggelengkan kepala tanda tak mengerti . Suara orang mengaji itu mulai terdengar diseluruh masjid dan mushalla di kampung itu. Bersaut-sautan dan semakin keras. Tidak hanya orang laki-laki dewasa, orang perempuan dan anak-anak mulai keluar rumah dengan pakaian tidur seadanya. Suasana mulai kacau, tangisan anak anak kecil, mereka menjerit dalam ketakutan yang mendalam. Mendadak langit berubah menjadi gelap, bintang dan rembulan yang tadi bersinar terang bersembunyi dibalik awan yang bergulung-gulung tak tentu arah. Hujan sekonyong-konyong datang, Kilat menyambar dan guntur bergelegar. Listrik padam, angin berhembus dengan sekencang-kencangnya sehingga banyak pohon yang tumbang.
Atap-atap gedung mulai tersapu angin. Manusia yang tadinya bergerombol lari pontang-panting tak tentu arah dan tujuan. Suara jeritan, tangisan dan guntur menjadi satu, kacau, sangat kacau. Rasyid berlari mencari tempat yang aman diikuti oleh beberapa orang. Tapi Brak.... pohon mahoni disampingnya tumbang dan mengenai beberapa orang. Tolong- tolong.... tolong. Suasana semakin mencekam. Dari atas langit selatan muncul benda langit yang terbakar. Bummmm. Blaaaar air laut selatan datang bergulung-gulung menyapu apa saja yang ada. Semua orang lari tunggang langgang menuju utara tapi dari utara bumi bergelombang dan pecah, air dan lumpur menyembur dengan derasnya, Bumi bergoncang sekencang-kencangnya,Gunung-gunung meletus dan memuntakan laharnya. Mayat manusia bergelimpangan , berserakan bertempuk tumpuk tak karuan. Rasyid terus berlari dan berlari mencari tempat yang tinggi. Dengan sisa-sisa tenaga dengan nafas yang terputus-putus Rasyid terus berlari sendirian. Jauh sekali dan tidak tahu ia berada dimana.
Sejauh mata memandang hanya kelihatan tumpukan mayat. Suasana gelap gulita, sepi tak terdengar suara apapun. Rasyid berhenti mepelas lelah. Disaat yang bersamaan Rasyid melihat cahaya putih .Dengan sisa tenaga ia berjalan mendatangi cahaya itu. Hati Rasyid berdebar karena yang dilihatnya adalah sebuah masjid yang masih utuh dan tidak hancur. Dilihatnya masjid itu terbuka dan didalamnya keluar sinar yang menyilaukan mata. Rasyid heran, dilihatnya ratusan sampai ribuan orang yang berpakaian serba putih sedang duduk rapi. Mereka berdzikir. Badan mereka bergoyang teratur, bagaikan dikomando mengiringi kalimat kalimat yang keluar dari mulutnya. Sungguh pemandangan yang indah yang tidak pernah dilihat oleh Rasyid. Ia mulai terasa tenang dan aman. Diikutinya gerakan gerakan dzikir yang asing baginya. Laa ilaaha ilallah.. laa ilaaha illallah...Tidak ada teriakan, tidak ada jeritan, tidak ada tangisan yang merontah –rontah. Semuanya dilakukan dengan pelan, tenang dan khusuk. Rasyid terus mengikutinya tanpa berfikir.
Sudah sekian banyak kalimat dzikir diucapkan tetapi belum berhenti juga, pantat rasyid sudah mulai panas. Dia berusaha melihat orang yang disebelah kirinya tetapi orang itu hanyut dalam dzikirnya. Kemudian mata Rasyid dipalingkan ke arah sebelah kanan. Rasyid sangat kaget karena ia merasa sangat kenal degan orang disamping kanannya. Dilihatnya sekali lagi dengan teliti. Dan ternyata orang itu ayah rasyid yang sudah meninggal 10 tahun yang lalu. Spontan Rasyid memeluknya. Mendekapnya dengan kuat. Ditumpahkannya kerinduan hati yang selama ini ada, tapi orang yang dipeluknya tidak memberikan reaksi. Badannya terasa dingin, beku, tak ada tanda tanda kehidupan.
Orang itu terus berdzikir dan menggoyangkan badannya. Laa ilaaha illallah... laa ilaaha illallaah........... laa ilaaha illallaah. Pak.... ini anakmu ...., ini rasyid pak....ini rasyid ....Kenapa bapak diam saja. Ini Rasyid pak....Rasyid terus memeluknya dengan sangat kuat, ”Syid.. Rasyid ...ayo bangun,bangun... itu beduk adzan subuh sudah berkumandang. Nanti ketinggalan berjama’ah”. Ibu Rasyid mengoyang-goyang tubuhnya. Ia membuka mata. Bantal guling masih dipeluknya dengan erat. Ia baru sadar bahwa ia tertidur diatas sajadah tempat shalat. ”Ah.rupanya aku bermimpi. ”Mengapa mimpiku aneh banget ya.... kok mimpi kiamat segala”. badannya terasa kaku dan sakit. Seakan akan ia telah melakukan pekerjaan yang berat. Ia cepat cepat bangun dan pergi ke masjid melaksanakan shalat subuh berjama’ah..
Karya : Machmud Soleha
Dikutip Dari : http://www.cerpen.net/
4 komentar:
cerpen yang sangat bagus.
semoga cerpen ini bisa membuat orang yang membaca nya menjadi lebih ingat akan kekuasaan sang kuasa.
sungguh dahsyat bencana nya jika hari akhir itu telah tiba.
cerpen yang mengingatkan..
semoga kita semakin ingat dengan hari akhir dan bisa terus menjalankan ibadah.
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar Anda...